• follow @neubeproject

  • follow @neubeproject

  • follow @neubeproject

  • follow @neubeproject

Selasa, 20 September 2011

Kuliah Umum Teknik Arsitektur UIN

19 September 2011

Oke. Cerita dimulai. Gue akan cerita sedikit banyak tentang pengalaman-pengalaman gue kuliah di arsitektur uin. Diawali dari kuliah umum ARDHIANA MUHSIN tentang MATERIAL ALTERNATIF DALAM ARSITEKTUR. Gue gak mau ceritain ulang apa yang beliau jelasin, udah lama jadi lupa.

Bapak Ardhiana Muhsin saat membawakan kuliah umum

dosen & mahasiswa arsitektur uin
masih asik menyimak materi kuliah yang dibawakan

 tampang-tampang polos kami saat itu.
Jangan tanya gue yang mana,
karena ga bakal ketemu.

Waktu itu ruang LT (lecture teather) penuh dengan wajah-wajah yang tidak saling kenal. Hanya ada satu dua orang yang menjadi pusat perhatian karena ke-manis-an atau malah ke-konyol-an nya, sehingga membuat kami secara tidak langsung tahu dengan orang-orang itu.




Kamis, 01 September 2011

Belajar Memimpin dari Arsitek, Teresa & Golf


Dengan nada seloroh, orang sering bilang bahwa pemimpi tak bisa jadi pemimpin. Tak sepenuhnya salah, memang. Mimpi takkan pernah jadi apa-apa tanpa tindakan apa pun untuk mewujudkannya. Tapi sebuah tujuan besar dan layak dikejar juga takkan lahir tanpa keberanian bermimpi. Konsep kepemimpinan Quantum Leadership yang dikembangkan oleh The Jakarta Consulting Group menyinggung hal ini.
Quatum Leadership adalah konsep kepemimpinan yang berorientasi pada masa depan dengan komitmen untuk dapat “melihat dan bermimpi”, “mengubah”, serta “menggerakkan” tim ke arah tujuan yang direncanakan.
Ada tiga filosofi dasar dalam konsep kepemimpinan ini. Pertama, filosofi yang berkaitan dengan tugas seorang pemimpin untuk ‘melihat, bermimpi, dan melaksanakan’, yaitu architect approach. Seorang pemimpin diumpamakan sebagai seorang arsitek pembangun masa depan organisasi. Dia diharapkan mampu membuat bangunan imajinernya tentang bangunan masa depan organisasi, dengan tetap berpijak pada realitas. Hal ini kita sebut sebagai pendekatan Creative Imagination Based on Reality (CIBOR). Apabila diberi sebidang tanah yang berbukit-bukit untuk dibangun, seorang arsitek tidak akan berpikir, “Wah, ini sih sulit. Mengapa tidak membeli sebidang tanah yang datar sehingga memudahkan saya untuk membangunnya?” Jika hal ini yang terjadi, maka ia bukanlah arsitek yang hebat. Mengapa? Karena tidak semua tanah datar. Justru ia harus menghadapi realitas yang ada, dan menciptakan bangunan yang paling layak untuk kondisi yang ada. Seorang pemimpin harus memahami realitas internal maupun eksternal organisasi, menerima keadaan ini, dan membuat angan-angan “bangunan masa depan” berdasarkan realitas ini. Jadi imajinasi yang hebat saja tidak memadai, karena tetap harus berpijak ke bumi.

Kedua, filosofi yang berkaitan dengan peran seorang Quantum Leader untuk “mengubah”, yang diberi nama Mother Teresa Approach, yaitu Nurture with Respect, Love, and Care. Sebagai salah satu pemenang Nobel, Ibu Teresa memegang prinsip untuk “membimbing dengan rasa hormat, cinta, dan perhatian”. Artinya, untuk “mengubah” anggota organisasi, diperlukan pendekatan personal yang prima dari seorang pemimpin. Pemimpin yang baik akan membimbing pengikutnya sehingga mereka mampu – paling tidak – menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Pemimpin yang baik akan membimbing anak buahnya dengan rasa hormat, cinta, dan penuh perhatian.

Ketiga, filosofi Quantum Leadership berkaitan dengan ‘menggerakkan’, yaitu menerapkan The Golf Game Concept, yang terdiri dari direction (mengarahkan), distance (mengukur jarak), dan precision (ketepatan). Maksudnya, untuk menggerakkan anak buah, seorang pemimpin mesti memiliki tata pikir seperti dalam permainan golf. Sebelum memukul bola golf, hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan arahnya. Jika arahnya salah, semua usaha yang dilakukan akan sia-sia. Kemudian barulah memperkirakan jaraknya. Setelah itu kita harus berpikir mengenai ketepatannya. Dalam kepemimpinan, seorang Quantum Leader pertama kali harus berpikir mengenai arah yang ditempuh untuk mencapai visi, kemudian memperkirakan seberapa “jauh” impian itu harus dicapai. Setelah itu barulah melakukan tindakan-tindakan yang tepat. Dalam permainan golf, seseorang yang paling ahli sekali pun tidak akan mampu menyelesaikan suatu pertandingan berkali-kali hanya dengan satu kali pukulan (hole in one). Hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Hal yang sama berlaku dalam kepemimpinan. Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan, perlu dibuat tahapan-tahapan yang diperlukan (milestones).

Jika ketiga filosofi tadi sudah dipegang, yang dibutuhkan tinggal sebuah gaya kepemimpinan yang mendukung. The Jakarta Consulting Group mengembangkan konsep Iron Grip in Velvet Glove, yaitu kepemimpinan yang tegas namun dibungkus oleh kelembutan. Kepalannya adalah kepalan besi, tetapi bungkusnya beludru yang lembut. Kepemimpinan model ini disebut IV [baca i-ve] Leadership. Iron and velvet leadership berarti pemimpin dituntut untuk tampil tegas, keras, tidak mudah dibengkokkan. Namun, di sisi lain seorang pemimpin diharapkan untuk tampil selembut beludru yang terasa sangat halus saat diusapkan ke wajah. Dengan begitu orang yang dipimpinnya mau mendekat, merasa nyaman, namun tetap sadar bahwa pemimpinnya tegas. IV Leader juga mempunyai kemauan, bijak, tidak bisa ditawar, walaupun penampilan luarnya sangat lembut.

Di zaman di mana demokrasi dijunjung tinggi, sikap tegas yang diungkapkan dengan cara yang keras tidak akan mengundang simpati. Bahkan menimbulkan pembangkangan dan perlawanan. IV Leader tampil sebagai pemimpin yang kuat, tetapi tidak kasar. Ia berbudi halus, tapi tidak lemah. Ia berani terbuka dan terus terang, tetapi tidak berarti kejam tanpa perasaan. Ia banyak pertimbangan, tetapi tidak lamban. Ia rendah hati, tetapi tidak rendah diri. Ia berpenampilan elegan, tetapi seperti syair lagu anak-anak, ”baik hati dan tidak sombong”. Sebuah gaya kepemimpinan yang telah diuji oleh zaman. Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. (DP/Dikutip dari buku Leadpreneurship: Pendekatan Strategic Management dalam Kewirausahaan karangan A.B. Susanto, terbitan ESENSI)

Masa Depan Mahasiswa Arsitektur

Pendidikan arsitektur tentunya sebagai wadah pembekalan diri untuk menuju masa depan menjadi seorang arsitek. Calon-calon arsitek senantiasa dilakukan pembinaan kemapuan menalar dan kreativitas yang tinggi, kemampuan melihat masa depan dan pandangan yang selalu obyektif. Bidang ilmu ini tidak terbatas pada perancangan satu bangunan saja, tetapi kita akan menentukan perkembangan arsitektur di kemudian hari dan keputusan kita akan menetukan atau paling sedikit mempengaruhi kehudupan jutaan manusia.Mahasiswa arsitektur sangat penting untuk mengemukakan dasar-dasar pemikiran suatu rancangan dengan jelas, tepat, singkat dan efektif. Merancang adalah kegiatan mencari dalam segala kebebasan, kemandirian dan menyusun strategi melawan keterbatasan dan kelangkaan. Karenanya apapun motivasi kita memasuki dunia arsitektur entah itu sebuah kebetulan ataupun harapan, seyogianya kita terarahkan pada tugas dan peran arsitek yang sebenarnya, karena pasa dasarnya arsitek itu adalah abdi masyarakat, bangsa dan Negara.

Mahasiswa arsitektur melihat perkembangan arsitektur ternyata tidak hanya tergantung pada kemampuan para arsitek atau perancang bangunan saja, tetapi juga banyak tergantung pada tangapan dan apresiasi masyarakat. Akhir-akhir ini sering terlihat dengan keadaan bahwa para perancang terpaksa mengikuti selera masyarakat. Seperti penggunaan unsur-unsur arsitektur minimalis yang sekarang sudah banyak digemari oleh masyarakat, akan merupakan suatu periode perkembangan arsitektur Indonesia. Timbul keprihatinan dan kegundahan mahasiswa arsitektur yang mempertanyakan apakah arsitektur seperti itu akan menjadi arah daya cipta perkembangan arsitektur dan idealisme perancang Indonesia?

Dalam masalahnya sendiri mengenai pendalaman dan daya cipta telah menimbulkan masalah pelik bagi pengembangan daya cipta dalam pendidikan merancang. Bilamana pengalaman begitu mudah mengakibatkan cara berfikir mekanis, apakah bijaksana untuk menghadapkan mahasiswa-mahasiswa arsitektur pada pemecahan-pemecahan dan karya-karya perancang lain? Selalu ada yang berpendapat bahwa memperhatikan penyelesaian-penyelesaian sebelum dapat mengekang gagasan mahasiswa arsitektur. Tetapi ada juga yang berpendapat perlunya mahasiswa arsitektur akan membuat kesalahan-kesalahan tanpa studi-studi yang demikian. Alasan ini dibantah dengan pertimbangan bahwa kesalahan-kesalahan yang dibuat sendiri mengandung pelajaran yang lebih baik daripada mempelajari jawaban-jawaban yang dijadikan contoh. Akhirnya banyak tergantung pula dari peran pekerjaan mahasiswa arsitektur di studio : Apakah mahasiswa arsitektur memperoleh masalah perancangan agar ia belajar merancang untuk memperhatikan kemampuan mereka dalam merancang? Bagaimana juga perancang muda akan mengalami perbedaan besar antara merancang untuk diri sendiri pada waktu masih belajar ini dan merancang untuk pemberi tugas dalam kenyataan dengan segala prasangka dan dari kecenderungannya.

Memang tidak dapat mengharapkan dirinya sendiri untuk menjadi kreatif tanpa persediaan sejumlah pengalaman dan pengetahuan. Kemampuan untuk melaui atau menyatakan, tergantung dari persedian tersebut, tempat mengambil gagasan-gagasan. Kemudian mahasiswa arsitektur mempunyai kekuatan untuk menilai dan membedakan gagasan-gagasan. Menafsir adalah keterampilan tarakhir dan analog dengan tahap transformator yang memungkinkan gagasan-gagasan diterjemahkan kedalam bentuk-bentuk dan konteks-konteks.

Mahasiswa arsitektur sebagai manusia terbatas sudah barang tentumemiliki kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya dan mereka menggambarkan dan menyusun cara berpikir kritis dengan ekspresi yang berbeda. Bentuk-bentuk, warna-warna dan susunan benda-benda yang merupakan lingkungan di muka bumi ini menceritakan tentang nilai-nilai, mimpi-mimpi dan gagasan-gagasan para perancang yang akhirnya dapat diterima dan dimengerti oleh semua.

Inilah titik dimana daya cipta dibutuhkan dan bukan kemahiran atau kecerdasan. Bila jalan pikiran terputus dan tidak berurutan lagi, diperlukan usaha baru untuk mencari seperangkat masalah baru atau sudut pandang baru. Strategi mahasiswa arsitektur dalam perancangan ditentukan dengan cara memilih untuk mengalihkan perhatian dari bagian masalah yang satu ke yang lain. Ada yang sekaligus mengolah beberapa gagasan secara sejajar. Ada lagi yang menunda gagasan samara-samar mereka dahulu dan memasang kendala lebih banyak dalam percobaan pertama. Alangkah baiknya kita dengan mudah dapat meninggfalkan pemecahan yang benar-benar tidak dapat dikembangkan lagi.

Mahasiswa arsitektur yang mulai mengolah masalah baru menyerupai seorang pujangga yang terbangun dan menemukan dirinya dalam sebuah rangkaian kata-kata puitis. Saat memulai, ia tidak tahu benar dimulai darimana ia berada, seindah puisi itu dan bagaimana bagaimana bentuk kenyatan yang sebenarnya. Dimanakah ia akan memulai mencari dan bagaimana caranya? Ia memerlukan penglihatan yang peka terhadap lingkungan di sekelilingnya tentang bagaimana hubungan bagian yang satu dan yang lainnya karena semuanya membutuhkan proses dan diterjemahkan pujangga didalam susunan kata-kata yang tidak hanya kritis dan puitis tetapi juga sebagai dorongan hidup yang senantiasa untuk mendedikasikan ilmunya bagi orang banyak.

Ada yang menganggap bahwa lewat profesi ini dimungkinkan memperoleh kekayaan materil yang memadai kemudian hari. Ada yang cita-citanya sanar-samar saja muncul dalam benak hatinya, tetapi ada juga yang betul-betul terpanggil jiwanya untuk menjadi arsitek. Seorang arsitek harus berusaha dalam batas kemampuannya memberikan bimbingan dalam arsitektur sebagai bentuk kepercayaan dan penasehat ahli serta penuh iktikad sebaik-baiknya. Minat terhadap profesi ini tahun demi tahun meningkat. Ada kemungkinan kelak kita memperoleh sedikit kesempatan untuk menjadi profesi perancangan murni. Mungkin kita akan berkecimpung dalam pembinaan lingkungan permukiman masyarakat kecil yang miskin dan sangat banyak, itupun tugas arsitek. Namun, tugas apapun yang akan kita pikul kemudian, seorang arsitek harus jujur, berdedikasi penuh dan tanggung jawab.

Marilah kita bersama-sama melihat segala sesuatu tidak hanya melaui kaca yang tembus pandang, tetapi juga melaui cermin, agar bisa mawas diri. Sebagai arsitek nanti, mau tak mau kita harus bergulat dengan bahan-bahan yang keras seperti beton, batu, baja, tetapi dalam sikap kita yang harus tetap lembut, luwes dan kenyal. Wassalam.



from : http://nashararchitect.blogspot.com



Kamis, 09 Juni 2011

Segitiga Orange – sang kain pusaka


Di era seperti sekarang, para anak lelaki seumuran saya memiliki beberapa pilihan yang akan berpengaruh di kehidupan yang lebih sulit kelak nanti. Adapun pilihannya antara lain:
  • ·         Mabok-mabokan, Ngerokok, dan make narkotika
  • ·         Bikin geng motor, biar dibilang keren
  • ·         Nongkrong di lampu merah sambil megang gitar
  • ·         Manjet pager sekolah, pas guru matematika masuk kelas
  • ·         Dan masih banyak lagi

Namun bagi gw pilihan2 tersebut ga ada dalam kamus kehidupan gw. Gw lebih memilih untuk aktif dalam keorganisasian. Karena tentunya akan lebih bermanfaat. Diantara sekian banyak ekskul di SMA gw, sampe skarang gw masih aktif di PASCAL (Persatuan Siswa Pencinta Alam), sebuah organisasi kepencinta alaman yang berdiri di SMAN 14 Makassar.

Kenapa harus PASCAL? Kan ada OSIS, PASKIBRA, PMR, PRAMUKA, dan ekskul olahraga yang lain?. Emang sih waktu SMP gw itu dikenal sebagai  Waketos (Wakil Ketua Osis) yang juga aktif dalam kegiatan Paskibra –meskipun sering pingsan-.. Tapi gw pengen nyoba sesuatu yang baru. 

Dan akhirnya –jeng.jeng.jeng.jeng- gw pun resmi jadi anggota PASCAL dan mendapat jabatan sebagai sekretaris. J





Rabu, 08 Juni 2011

Elegant Photograph

 paskibra smpn 24 - 2008
 jilc cendrawasih 3.1 - 2008
 bilal - 2010
 brosis - 2010
 Tahang's Family - 2010
 XII IPA 3 sman 14 - 2010
GO 24 F8 - 2011
TWEET - 2011
TWEET - 2011


ARSITEKTUR II/B2 - 2012
ARSITEKTUR - 2012
 
TWEET - 2012
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...